Jumat, 15 Juli 2011

Setiap derita kecewa adalah proses menuju pribadi yang lebih baik

Kali ini terpacu menulis karena membaca artikel di blog seorang wanita yang telah berhasil menerbitkan sebuah buku dalam usia yang cukup muda.

Memandang kesuksesan seseorang penulis di usia belia terkadang membuat diri ini merasa tidak berarti. Perasaan terlambat memulai merintis jalan menuju penulis sukses muncul kepermukaan. Pun begitu pula bila membaca kesuksesan blogger pada usia muda lalu diri inipun merasa terlambat mengelola blog.

Tapi haruskah semua ini disesali, karena penyesalan tidak ada artinya, ia tak akan mengembalikan kita pada keadaan yang lebih baik tidak juga membawa kita pada kondisi saat masih merasa lebih remaja.

Ketimbang larut dalam perasaan kecewa, akan jauh lebih baik melanjutkan proses berjalan di jalan yang benar untuk menggapai impian meski harus terlambat karena telat memulai, setidaknya itu lebih baik dari pada harus putus asa lalu berhenti berusaha. Dan ujungnya nanti akan lebih menyesali diri karena tidak pernah memulai. Bukankah tidak menutup kemungkinan bahwa kesuksesan tak harus terlihat sejak muda.

Kalau menganggap kesuksesan haruslah terlihat sejak dalam usia dibawa 30 tahun misalnya sama artinya meniadakan kuasa tuhan yang memungkinkan sesuatu terjadi kapanpun Dia kehendaki, pun begitu pula kesuksesan sebagi penulis, pebisnis atau blogger misalnya, apakah tidak boleh kesuksesan tersebut diraih ketika menjelang senja.

Boleh saja fakta saat ini mengatakan jalan kesuksesan ujungnya hanya dapat dicapai dalam waktu tidak kurang 10 tahun misalnya. Apakah tidak mungkin kuasa tuhan memungkinkan ia bisa ditempuh cukup 2 tahun.
Yang diperlukan adalah mencari jalan pintas atau berlari.

Dengan membesarkan hati dan menguatkan diri mengambil sisi positif dari setiap keadaan kecewa, rendah diri dan perasaan putus asa yang dialami semoga semuanya menjadi api yang menyalakan semangat kita untuk terus mencoba menggapai harapan baik sebagai apapun di dunia offline dan di dunia online.

Mengetahui kelemahan diri tidak musti mengecilkan nyali. karena terkadang kelemahan diri bisa menjadi modal untuk menggali kelebihan yang yang tidak kita sadari. Bukankah tuhan itu maha adil. Tidaklah mungkin dalam satu jiwa terkumpul semua kelemahan dan tak ada sedikitpun kelebihan yang patut dibanggakan.

Kelebihan yang nampak tak berarti di mata kita boleh jadi ia sebuah nilai istimewa di mata orang lain, dan bisa jadi ia adalah modal terbaik untuk sukses. Lalu akankah menganggap tuhan berlaku tidak adil.

Saya sering mendengar kata orang bijak, Sipenanggung derita kesedihan teramat sangat di masa kecil kelak ketika dewasa akan tumbuh menjadi pribadi bijak yang menjadi tempat bertanya.

Sipenanggung derita teramat sangat di masa kecil dan terus berada di jalan takwa hingga dewasa akan menjadi pribadi mulia yang karena kemuliaannya ia mampu menyibak tabir pemisah antara hamba dan sang pencipta. Lalu kalau begitu bukankah derita itu sebuah proses yang harus dijalani, dan karenanya imbalan yang pantas akan diterima.

Bila hidup ini harus dijalani dalam duka tidak berarti ia akan menjadikan kita sebagai pribadi malang yang kemalangan itu membawa kepada ketidaksuksesan dan penderitaan berkepanjangan hingga wafat,

Kelak akan datang saat dimana kita menyadari kemalangan yang pernah dirasa menjadi sebuah bentuk pelatihan dari tuhan untuk membentuk diri kita lebih adil, bijak dan menjadi panutan.

Dengan bersandarkan pada arti kekuasaaan tuhan meskipun dengan harapan yang tipis dan motivasi yang terus terkikis, mencoba dengan cara saya mencapai semua harapan agar kelak diri ini mampu bersyukur dengan cara yang layak dan menanamkan keyakinan dalam jiwa dan raga bahwa semua yang dijalani dalam hidup adalah proses mencapai kemuliaan diri. semoga.