Tampilkan postingan dengan label syariat islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label syariat islam. Tampilkan semua postingan

Jumat, 24 Juni 2011

Kasus hukuman mati atas Ruyati binti Satubi

Ada banyak isu skala nasional akhir-akhir ini yang menarik perhatian saya, salah satunya yaitu : kasus hukuman mati atas TKW indonesia di Arab Saudi yang bernama Ruyati binti Satubi.

Sebenarnya saya tidak banyak mengetahui tentang peristiwa hukuman mati untuk TKW Indonesia di Arab Saudi, namun daya tarik kasus seperti itu yang sepertinya bukan pertama kali terjadi sangat menggoda saya untuk menyumbang opini, pemikiran, ide dsb.

Apakah proses hukum terhadap kasus yang menimpa Ruyati binti Satubi dilakukan dengan adil.


Proses hukum di pengadilan di Arab Saudi memutuskan Ruyati binti Satubi memang bersalah karena telah secara sengaja melakukan pembunuhan keluarga  majikannya di Arab saudi, dan untuk itu ganjaran yang harus ia terima adalah hukuman mati (pancung). Dan yang menjadikan kasus ini luar biasa adalah, di Arab saudi Ruyati binti Satubi adalah seorang warga negara asing dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku secara Internasional, maka seharusnya pihak KBRI diberitahu dan mengetahui kasus tersebut baik saat proses penahanan, proses pengadilan, hingga terjadinya vonis atas  TKW tersebut karena hal itu terkait dengan perlindungan WNI di negara asing dan penghormatan terhadap WNI sebagai "pekerja" di negara asing.

Lalu terlepas dari apa dan bagaimana kasus "pembunuhan terhadap keluarga majikan" oleh seorang pembantu rumah tangga yang adalah warga negara asing, pihak KBRI sebagai wakil pemerintah Indonesia sudah seharusnya mengambil langkah-langkah untuk melakukan perlindungan hukum terhadap warganya yang ada diluar negeri, setidaknya memastikan proses hukum terhadap TKW berjalan seperti seharusnya sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.

Memang kita tidak bisa dan tidak boleh berharap sebuah kesalahan bisa diampuni hanya karena sebuah loby tingkat tinggi, namun tidak mengetahui dan tidak mengambil langkah memastikan sebuah proses berlangsung semestinya sesuai dengan kaidah hukum dan agama adalah sebuah kesalahan yang besar.

Kesalahan boleh jadi terjadi di pihak Arab Saudi karena tidak memberitahukan kepada pihak KBRI atas adanya kasus yang menimpa seorang warga negara Indonesia, karena memberitahukan sebuah kasus yang menimpa warga negara asing kepada perwakilan diplomatik sebuah negara merupakan sebuah keharusan.

Namun bisa jadi karena ketidak perdulian pihak KBRI terhadap kasus yang menimpa warga negaranya, dan hanya cukup mempercayai bahwa proses hukum di Arab Saudi untuk seorang warga negara asing pasti berlangsung dengan jujur dan adil.

Hentikan ekspor pembantu rumah tangga.


Ada yang menarik yang saya kutip dari tulisan Mustakim seorang mantan diplomat yang diterbitkan di koran Kompas terbitan Rabu 22 juni 2011 halaman 6.

Mustakim menulis bahwa "seharusnya mereka (Arab Saudi) memberitahukan kepada perwakilan RI di Arab Saudi, terutama mengenai pelaksanaan pemancungan tersebut. Sesuai pasal 36 Ayat (1) Hurup b Konvensi Vienna tanggal 24 April 1963, pemerintah negara penerima (dalam hal ini Arab Saudi) wajib memberitahukan kepada perwakilan negara dari warga negara yang ditangkap, dipenjara, dan pemerintah setempat harus secepatnya mengomunikasikan kepada perwakilan pengirim (dalam hal ini Indonesia) segala sesuatu yang dialami warga negara Indonesia tersebut".

Selanjutnya pada paragraf terakhir Mustakim menulis " lihatlah dalam pemberian visa saja sudah terjadi standar ganda. Dalam kondisi normal, perempuan tanpa muhrim jangan berharap dapat visa ke Arab Saudi. Akan tetapi, TKW yang jelas-jelas tanpa muhrim diberi visa, malah tinggal satu rumah dengan majikannya. Apa karena mereka memang dianggap sebagai budak?. Ini tentu sudah menyangkut harga diri kita sebagai bangsa".

Seandainya kesalahan yang dituduhkan terhadap TKW tersbut memang terbukti benar dan ganjaran yang ia terima sesuai hukum ( dalam hal ini hukum Islam) adalah hukuman mati, kita mau bilang apa. Yang menjadi masalah adalah karena tidak adanya pemberitahuan kepada pihak KBRI atas penangkapan, pemenjaraan, proses pengadilan terhadap sang TKW, dan karena itu pihak KBRI tidak bisa memastikan apakah proses hukum untuk kasus tersebut telah dilakukan dengan adil.

Mengapa atau seberapa perlu pihak KBRI memastikan sebuah proses hukum untuk warga Indonesia yang terjerat kasus hukum di Arab Saudi. Sudah hukum alam bahwa karena kondisi sosial masyarakat indonesia berbeda jauh dengan Arab Saudi dalam hal status kesejahteraan warganegara masing-masing, dan hal itu akan berdampak pada watak, moral, sudut pandang warga negara Arab Saudi terhadap Indonesia. Dan Faktanya adalah : Pernahkah ada warga negara Arab Saudi menjadi pembantu rumah tangga untuk keluarga Indonesia di Indonesia, atau pernahkah ada pemerintah Arab Saudi mengekspor pekerja kasar untuk Indonesia.

Bandingkan dengan apa yang dilakukan pemerintah Indonesia, dengan alasan ekonomi pemerintah terpaksa merestui pengiriman tenaga kerja pembantu rumah tangga yang dipandang pekerjaan sangat rendahan bahkan menurut kebanyakan orang indonesia sendiri, apalagi menurut Arab Saudi yang kaya raya.

Mengirim tenaga kerja rendahan seperti itu malah akan berdampak kian merendahkan nilai sosial bangsa Indonesia di mata mereka (Arab Saudi).

Kedepan pemerintah wajib mencari solusi, dan membuat sebuah sistem yang menjamin hal-hal seperti kejadian TKW dan kejadian lainnya tidak kembali terulang. Atau demi harga diri bangsa hentikan ekspor pembantu rumah tangga. Alam Negeri Indonesia ini
kaya sumber daya alam, tanahnya subur,  mungkin masih ada banyak jalan mencari uang ketimbang mengekpor pembantu rumah tangga kenegeri semacam Arab Saudi yang kaya dan karena kekayaannya merasa diri lebih tinggi dari Indonesia.

Selasa, 10 Agustus 2010

Abu Bakar Ba'asyir dan Syariat Islam

Kembali Abu Bakar Ba'asyir ditahan karena dianggab tersangkut kasus terorisme. Menarik sekali menurut saya menggali informasi tentang pribadi Abu Bakar Ba'asyir, pemahamaannya tentang syariat islam dan bagaimana menurut beliau penerapan syariat Islam dalam keseharian. Namun saya tidak bisa bicara banyak mengenai Abu Bakar Ba'asyir cukup dua paragraf dibawah ini yang mungkin bisa menggambarkan siapa Abu Bakar Ba'asyir :

Mengenai stempel bahwa dirinya merupakan tokoh Islam garis keras, Ustaz Abu mengakui hal tersebut. Namun, tegasnya, keras bukan dalam artis fisik, tapi keras memegang teguh syariat, keras memegang prinsip. "Jadi, kalau sudah menyangkut soal syariat, enggak mau kompromi. Karena, (kalau kompromi) itu batil," tandas mantan Amir (Ketua) Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang sekarang memimpin Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) ini.

Dia pun menjelaskan bahwa yang dimaksudkan garis keras adalah pihaknya mengajukan sesuatu yang tidak bisa ditawar, yang harus dilaksanakan, yaitu syariat Islam, namun pelaksanaannya menurut kemampuan. "Tapi enggak boleh ditawar. Umpamanya sudah mampu (menjalankan), lalu masih ditawar lagi, ndak boleh. Kalau sudah mampu, ya harus dilaksanakan. Itu yang dinilai keras," papar Ustaz Abu. (Kompas.com/10 Agustus 2010)

Abu Bakar Ba'asyir bila dilihat sebagai seorang ulama adalah sebagaimana ulama lainnya yang dalam kacamata awam adalah orang yang sering memberikan ceramah di masjid dan tempat lainnya dan tempat bertanya umat tentang ajaran Islam. Dan sebagai seorang yang sudah dianggab sebagai ustad atau kiyai atau Ulama oleh masyarakat tentu saja beliau telah memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang perintah Allah yang tertuang dalam Alqur-an dan ajaran Muhammad SAW yang ada di dalam hadist shahih. Itu makna sederhana tentang seorang ulama, ustadz, kiyai dll apapun sebutannnya.

Tetapi tidak ada seorangpun yang bisa menganggap dirinya benar-benar memahami dan mendalami ajaran Islam yang kata-katanya harus dibenarkan, kenapa demikian ?, jawabannya sederhana karena ia atau mereka adalah ulama yang hanya diangkat/degelari/dijuluki/dianggab/diyakini keimanannya dan ilmunya oleh manusia bukan oleh TUHAN. Disini perbedaannya sangat jelas dengan Nabi, Rasul yang ia diangkat/digelari/dijuluki/disahkan oleh TUHAN. Maka dari itu seorang Nabi, Rasul kata-katanya mutlak benar.

Setelah berahirnya era Kerasulan dalam kalangan manusia, yang mana Nabi Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir, maka umat kehilangan tempat bertanya tentang segala hal dalam agama, yang jawabannya atas pertanyaan apapun yang diajukan umat harus dibenarkan dan dilaksanakan. Setelah rasul meninggal penerus kepemimpinan umat islam jatuh pada Empat Khalifah (khulafaurrasyidin) dan umat menganggap keempat khalifah tersebut tempat bertanya selain kepada Sahabat terdekat nabi yang jawaban mereka dibenarkan dan diikuti.

Lalu setelah berakhirnya era khulafaaurrasyidin tempat bertanya berikutnya adalah Ulama-ulama ternama masa Bani Umayyah dan Bani Abbasyiah. Pada masa itulah muncul nama-nama seperti Imam Khanafi, Imam Maliki, Imam syafi'i, Imam Hambali,  Imam Ja'far al shadiq dan hingga kini ajaran merekalah yang diikuti oleh sebagian besar umat islam di seluruh dunia.

Namun semua Ulama, Imam pada masa setelah wafatnya rasul tidak ada yang diangkat/dijuluki/dianggab/disahkan oleh TUHAN sebagai tempat bertanya yang jawabannya harus dianggab benar dan dipatuhi. Kenapa ?, karena mereka semua hanya diangkat/dujuluki/dianggab/disahkan oleh manusia biasa (bukan oleh Nabi bukan pula Rasul) dan tidak ada perintah yang jelas dalam Alqur-an tentang kewajiban mentaaati perintah dan mengikuti ajaran mereka, Entah kalau diantara mereka ada yang termasuk dalam kategori Ulil Amri Minkum pada ayat yang artinya "Taatlah kepada Allah dan Taatlah kepada Rasul dan Ulil Amri diantara kalian" dan ayat diatas adalah sebuah perintah ALLAH SWT.

Umat hanya menggali hadis-hadis Rasul yang menjadi rujukan dalam memperoleh jawaban atas segala pertanyaan tentang ajaran-ajaran Islam bilamana tidak ada petunjuk yang jelas dalam Alqur-an.

Timbul pertanyaan yang mungkin lucu, apakah Abu Bakar Ba'asyir termasuk seorang yang ajarannya harus dipatuhi dan dibenarkan, yang banyak dari murid-muridnya dianggab pelaku tindakan terorisme. Dan pertanyaan aneh lain lagi apakah dibenarkan oleh Islam tindakan terorisme yang menurut pelakunya adalah sebuah perbuatan yang terpuji?.

Andai saja saat ini ada manusia agung, manusia mulia yang memimpin umat islam ini yang kepemimpinannya syah dan ajarannya pasti benar.
Andai saja Rasulullah Muhammad SAW menunjuk seorang manusia penggantinya memimpin umat ini, yang ia memiliki kadar keimanan dan keilmuan sehingga menjadi manusia yang harus dipatuhi.
Andai saja umat islam seluruh dunia ini bersatu dalam satu kepemimpinan dalam rangka pengabdian kepada ALLAH SWT.