Jumat, 28 Mei 2010

Terimakasih Susno Duadji

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang berjanji institusinya akan mengusut dugaan penyimpangan dana APBN, dana hibah, dan kredit ekspor di tubuh Polri yang diungkap tersangka korupsi Komjen Susno Duadji. Dugaan itu dilontarkan Susno kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

"Kita belum lihat laporannya. Nanti ditindaklanjuti, pasti ditindaklanjuti. (Kasus) Gayus ditindaklanjuti juga," ucap Edward ketika dihubungi, Jumat (28/5/2010).
Mengenai laporan Susno kepada LPSK itu, menurut Edward, hal itu adalah hak setiap warga negara. Namun, Susno harus membuktikan apa yang dia ungkapkan itu. "Kita berterima kasih kalau ada yang punya informasi, tapi sekali lagi jangan berbau fitnah," ujar dia. 

Demikian berita yang saya ambil dari kompas.com (28052010).

Penyimpangan dana, kasus perpajakan yang lagi trend sekarang ini ujungnya adalah tindakan korupsi.
Korupsi adalah perbuatan yang sudah amat lumrah di Indonesia ini, sering terdengar orang bilang kalau tak korupsi bagaimana mau kaya, kalau tak korupsi bagaimana mencukupi kebutuhan keluarga sedang gaji kecil hanya cukup untuk makan. Kalau tak korupsi pastilah dibilang sok alim. Bagaimanapun juga apapun alasannya korupsi adalah haram, karena mengambil yang bukan haknya. 

Ada kisah menarik, dulu sewaktu saya kerja di instansi pemerintahan selama kira-kira 4 tahun. Saya kerja sebagai tenaga kerja sukarela kebersihan. Bila saya mau beli alat-alat dan perlengkapan kebersihan saya cukup menulis diatas kertas selembar lalu berikan kepada salah seorang pegawai negeri, saya tuliskan perincian barang yang mau dibeli plus perkiraan harganya. 

Misal, harga sapu yang mau saya beli adalah Rp.15.000,- dan saya tulis Rp.15.000,- namun sewaktu mau saya ajukan sang pegawai negeri bilang kenapa ditulis 15.000,-, “kau tulislah lebih agar nanti sisa belanjanya untuk kau kantongi”. Oke saya tulislah Rp.20.000,-. Lalu ia bilang lagi “kau tulislah 25.000,- nanti sisanya lumayan untuk kau kantongi”. Karena saya pikir itu korupsi dan lagi pula dengan sisa Rp. 5000,- sudah mencukupi bagi saya, saya tidak mau lagi merobahnya. Dan itu berlangsung berkali-kali dan saya tetap aman-aman saja.

Timbul pertanyaan dalam benak saya sekarang ini, kalau saya yang hanya seorang tenaga kerja rendahan non pegawai negeri saja bisa korupsi seperti itu. Bagaimana pula untuk mereka yang punya jabatan. Mungkin korupsi satu juta tiap bulan bukan hal yang berlebihan di lingkungan seperti itu.

Cerita menarik lainnya datang dari seorang teman yang mantan pekerja di kantor suatu Dinas pemerintahan. Sang teman bilang kalau di Dinas tersebut ada yang namanya “upah pungut”,  mahluk apa pula itu ?. Itu adalah semacam upah yang diberikan kepada setiap karyawan Dinas tersebut tiap bulan yang nilainya masing-masing karyawan terima ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Bagaimana pula itu, mereka yang sudah mendapatkan gaji dari Negara malah masih mendapatkan upah lagi tiap bulan yang nilainya  mungkin sama dengan gaji bulanan mereka. 

Informasi terahir yang saya dengar dari sang teman kalau sejak terungkapnya kasus Gayus, “upah pungut” di tiadakan.

Itu hanya gambaran untuk dua instansi pemerintahan. Bagaimana bila terjadi di tiap instansi. Bagaimana pula bila terjadi di seluruh Indonesia ini. Berapa nilai uang rakyat yang lenyap.

1 komentar:

Posting Komentar