Sabtu, 29 Mei 2010

Pembakaran lahan untuk perkebunan rakyat

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan pengurangan emisi gas rumah kaca dari penggundulan dan kerusakan hutan (reduction emmisions from deforestation and degration/REDD+) harus bisa dilakukan untuk memenuhi target pengurangan sebanyak 26-41 persen sampai tahun 2020.

Namun, untuk mewujudkan keberhasilan program REDD+ itu, para menteri terkait, para gubernur dan staf harus mewaspadai adanya 10 faktor yang bisa mengancam keberhasilannya. Demikian disampaikan Presiden Yudhoyono, saat memberikan exit briefing mengenai hasil kunjungannya selama empat hari di Norwegia kepada seluruh anggota rombongan, termasuk pers, di Holmenkollen Park Hotel Rica, Oslo, Norwegia, Jumat (28/5) siang waktu setempat lalu.

Menurut Presiden, salah satu faktornya adalah jika masyarakat lokal tidak merasa mendapat apa-apa dari kerjasama ini, seperti tidak boleh menebang pohon seenaknya dan membakar-bakar kayu, dan mereka tidak boleh ini dan tidak boleh itu. Sebaliknya, mereka tidak dapat kompensasi apa-apa dan tidak ada sumber yang bisa menghasilkan kehidupannya yang layak. Jika seperti itu pasti akan gagal.

(sumber berita Kompas.com. 29052010)

Saya ingat di desa saya, setiap tahun pasti ada penebangan hutan dan pembakaran lahan untuk ditanami karet, padi dan palawija. Dan itu sudah berlangsung puluhan tahun. Setiap warga yang membuka hutan untuk perkebuan pasti melakukan penebangan lalu membakar kayu tebangannya agar tanah bisa ditanami, dan tentu saja setelah memisahkan kayu yang bagus untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan

Bisa dibayangkan bagaimana jadinya dan berapa biaya yang harus dikeluarkan bila pohon boleh ditebang tapi tak boleh dibakar, mau dibuang kemana sampah hasil penebangan itu. Lebih parah lagi kalau tak boleh melakukan penebangan untuk membuka perkebunan baru atau meremajakan kebun yang sudah tua dan tidak produktif lagi, bagaimana kehidupan masyarakat kedepan ?

Kalau warga sampai dilarang membakar lahan maka pasti tidak akan ada lagi pembukaan lahan untuk perkebunan warga, dan itu artinya terjadi proses pemiskinan terhadap warga yang selama puluhan tahun menggantungkan hidupnya dari hasil perkebunan rakyat.

Itu masalah yang harus di pikirkan oleh pemerintah, rakyat yang membuka kebun adalah mereka yang tidak memiliki cukup uang untuk tidak membakar lahan, mereka membuka kebun masing-masing dengan luasnya hanya 1-3 hektar. Dan itulah harapan mereka untuk menopang kehidupan mereka mulai lima enam tahun kedepan selama setidaknya lebih dari sepuluh tahun.

1 komentar:

Posting Komentar